Kisah Suwarsih Djojopuspito Sebagai Penulis Novel Dalam 3 Bahasa

bagikan

Kisah melegenda dari Suwarsih Djojopuspito yang merupakan penulis Indonesia yang memiliki kontribusi besar dalam dunia sastra.

Kisah-Suwarsih-Djojopuspito-Sebagai-Penulis-Novel-Dalam-3-Bahasa

Lahir pada 20 April 1912 di Cibatok, Bogor, Suwarsih dikenal sebagai penulis yang mampu menulis novel dalam tiga bahasa: Sunda, Belanda, dan Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya mencerminkan keindahan bahasa, tetapi juga menggambarkan perjuangan dan semangat nasionalisme. Artikel ALL ABOUT JAWA BARAT ini akan menelusuri kisah hidup dan karya Suwarsih Djojopuspito, serta pengaruhnya dalam dunia sastra Indonesia.

Latar Belakang dan Pendidikan

Suwarsih Djojopuspito lahir dengan nama kecil Tjitjih. Ia berasal dari keluarga sederhana; ayahnya, Raden Bagoes Noersaid Djajasapoetra, adalah seorang dalang wayang kulit yang buta huruf namun mampu menguasai tiga bahasa: Jawa, Sunda, dan Indonesia. Suwarsih dan kakaknya, Nining, bersekolah di Kartini School di Bogor, sebuah sekolah dasar khusus perempuan yang didirikan oleh Van Deventer. Setelah lulus dari Kartini School, Suwarsih melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Bogor dan kemudian ke Europeesche Kweekschool di Surabaya, sebuah sekolah guru Belanda.

Karier dan Karya

Setelah lulus dari Europeesche Kweekschool pada tahun 1932, Suwarsih pindah ke Purwakarta dan menjadi guru di sana. Setahun kemudian, ia menikah dengan Sugondo Djojopuspito dan pindah ke Bandung, di mana ia mengajar di Perguruan Tamansiswa Bandung. Meskipun memiliki ijazah sebagai guru sekolah Belanda, Suwarsih memilih untuk mengajar di sekolah pribumi, menunjukkan komitmennya terhadap pendidikan dan pergerakan nasional.

Suwarsih mulai menulis novel pada tahun 1930-an. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah “Manusia Bebas,” yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Belanda dengan judul “Buiten het Gareel” pada tahun 1940. Novel ini menggambarkan kehidupan keluarga yang penuh dengan perjuangan dan kekecewaan, serta semangat nasionalisme yang kuat. “Manusia Bebas” kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit Djambatan pada tahun 1975.

Selain “Manusia Bebas,” Suwarsih juga menulis beberapa novel lainnya dalam bahasa Sunda dan Indonesia. Karya-karyanya mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kolonial dan perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan. Suwarsih menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat, menggambarkan realitas sosial dan politik dengan cara yang mendalam dan menyentuh hati.

Baca Juga: Pucuk Hijau Terasering Panyaweuyan yang Ada di Majalengka

Pengaruh dan Kontribusi

Suwarsih Djojopuspito adalah salah satu penulis perempuan Indonesia yang berani dan visioner. Melalui karyanya, ia tidak hanya menggambarkan kehidupan perempuan Indonesia pada masa kolonial, tetapi juga memberikan suara kepada mereka yang tertindas dan terpinggirkan. Suwarsih menggunakan tulisan sebagai alat untuk membebaskan diri dan orang lain dari belenggu kolonialisme dan patriarki.

Suwarsih juga aktif dalam organisasi perempuan dan pendidikan. Ia menjadi anggota Perkoempoelan Perempoean Soenda dan mendirikan sekolah Loka Siswa pada tahun 1935. Meskipun sekolah tersebut harus ditutup karena kekurangan murid, upaya Suwarsih dalam mendirikan sekolah menunjukkan komitmennya terhadap pendidikan dan pemberdayaan perempuan.

Tantangan dan Perjuangan

Perjalanan hidup Suwarsih tidaklah mudah. Ia dan suaminya, Sugondo Djojopuspito, sering menghadapi kesulitan dan harus berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain karena tekanan dari pemerintah kolonial. Pada tahun 1934, suaminya terkena larangan mengajar oleh Pemerintah Hindia Belanda, namun larangan tersebut dicabut pada tahun berikutnya. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Suwarsih tetap teguh dalam perjuangannya untuk pendidikan dan kemerdekaan.

Suwarsih juga menghadapi tantangan dalam dunia kepenulisan. Menulis dalam tiga bahasa bukanlah hal yang mudah, namun Suwarsih berhasil melakukannya dengan baik. Ia menulis dalam bahasa Belanda untuk mencapai audiens yang lebih luas dan untuk menghindari sensor dari pemerintah kolonial. Karyanya dalam bahasa Sunda dan Indonesia juga menunjukkan kecintaannya terhadap budaya dan bahasa lokal.

Warisan dan Penghargaan

Suwarsih Djojopuspito meninggal pada 24 Agustus 1977 di Yogyakarta. Meskipun telah tiada, kisah dari karyanya tetap hidup dan terus menginspirasi banyak orang. Suwarsih adalah salah satu penulis perempuan Indonesia yang berhasil menembus batas-batas bahasa dan budaya, menunjukkan bahwa sastra dapat menjadi alat yang kuat untuk perubahan sosial dan politik.

Karya-karya Suwarsih telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan dipelajari di berbagai institusi pendidikan. Novel “Manusia Bebas” dianggap sebagai salah satu karya sastra penting dalam sejarah sastra Indonesia dan sering dijadikan bahan kajian dalam studi sastra dan sejarah.

Kesimpulan

Suwarsih Djojopuspito adalah seorang penulis yang luar biasa dan berpengaruh dalam sejarah sastra Indonesia. Melalui karyanya, ia berhasil menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kolonial dan perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan. Menulis dalam tiga bahasa, Suwarsih menunjukkan kecintaannya terhadap bahasa dan budaya lokal, serta komitmennya terhadap pendidikan dan pemberdayaan perempuan.

Sekian informasi yang kami berikan kepada kalian tentang kisah melegenda dari sosok Suwarsih Djojopuspito. Jika anda tertarik dengan penjelasan yang kami berikan, maka kunjungi juga kami tentang penjelasan yang lainnya hanya dengan klik link storyups.com.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *