Tragedi Pembantaian Rawagede 1947: Kekejaman Penjajahan Belanda
Tragedi pembantaian Rawagede pada 9 Desember 1947 di desa Rawagede, yang kini bernama Desa Balongsari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Dibawah ini ALL ABOUT JAWA BARAT akan membahas peristiwa ini adalah aksi kekerasan yang dilakukan oleh tentara Belanda terhadap penduduk desa tersebut dalam konteks Agresi Militer Belanda I, saat Belanda berusaha menguasai kembali wilayah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan.

Latar Belakang Sejarah Pembantaian Rawagede
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan kedaulatannya. Tentara Kerajaan Hindia Belanda, didukung oleh tentara Sekutu, berupaya menguasai kembali wilayah-wilayah yang telah lepas, termasuk Jawa Barat.
Pada masa Agresi Militer Belanda I, yang berlangsung sejak 21 Juli hingga 5 Agustus 1947, wilayah Jawa Barat menjadi medan pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan Tentara Republik Indonesia (TRI). Karena kalah persenjataan, para pejuang kemerdekaan mengadopsi taktik gerilya dan mundur ke perdesaan.
Dukung Timnas Indonesia, Ayo nonton GRATIS pertandingan Timnas Garuda, Segera DOWNLOAD APLIKASI SHOTSGOAL
Proses Terjadinya Pembantaian
Pada pagi hari tanggal 9 Desember 1947, di bawah komando Mayor Wajiman, pasukan Belanda menyerbu desa Rawagede yang pada saat itu telah menjadi sarang perlawanan pejuang Indonesia. Misi utama pasukan Belanda adalah mencari Kapten Lukas Kustaryo, komandan yang dianggap sangat licin.
Berbahaya karena keberhasilannya dalam serangan gerilya terhadap pos-pos Belanda. Namun Kapten Lukas berhasil meloloskan diri sebelum serbuan dimulai. Pasukan Belanda kemudian memaksa seluruh penduduk laki-laki, termasuk remaja yang berusia sekitar 14 tahun, untuk keluar dari rumah mereka dan berbaris di lapangan terbuka.
Meskipun secara bersama-sama mereka menolak membuka informasi tentang keberadaan para pejuang. Pasukan Belanda kemudian menembaki mereka secara membabi buta tanpa proses pengadilan. Dalam hitungan jam, sedikitnya 431 laki-laki warga Rawagede tewas dalam pembantaian tersebut.
Baca Juga:
Dampak Sosial & Kemanusiaan Dari Pembantaian
Pembantaian ini membawa luka yang sangat dalam bagi warga desa Rawagede dan keluarga korban. Setelah serangan usai, para wanita dan warga yang tersisa berani keluar dan menemukan mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana.
Kondisi pemakaman juga sangat memprihatinkan; jenazah hanya ditutupi dengan potongan kayu atau daun pintu. Dikubur dengan kedalaman yang sangat dangkal, menyebabkan bau busuk menyebar selama beberapa hari.
Kejadian ini menjadi sebuah trauma kolektif sekaligus simbol kekejaman dan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan kolonial Belanda. Hingga kini, peristiwa ini dikenang sebagai salah satu momen paling tragis dalam perjuangan rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan.
Pengakuan & Tuntutan Hukum
Selama bertahun-tahun, pemerintah Belanda cenderung menutup-nutupi dan meremehkan kejadian ini, bahkan sempat membantah jumlah korban yang mencapai ratusan jiwa. Namun perjuangan keluarga korban dan aktivis HAM membawa peristiwa ini ke ranah hukum internasional.
Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag akhirnya memutuskan pemerintah Belanda bertanggung jawab atas pembantaian tersebut. Memerintahkan pembayaran kompensasi kepada para korban dan keluarga mereka. Masing-masing keluarga menerima kompensasi sekitar 20 ribu euro atau setara dengan Rp240 juta.
Meskipun begitu, pelaku utama pembantaian yakni Mayor Alphonse Jean Henri Wijnen tidak pernah diadili sebagai penjahat perang dan tetap menjalani hidupnya tanpa hukuman. Perjuangan hukum ini membuka mata dunia tentang kejahatan perang yang pernah terjadi di masa penjajahan dan memperjuangkan hak-hak korban masa lalu.
Peran Kapten Lukas Kustaryo Dalam Perjuangan
Kapten Lukas Kustaryo merupakan tokoh sentral dalam peristiwa Rawagede. Ia adalah komandan kompi dari Batalyon Tajimalela Divisi Siliwangi yang dikenal sangat cerdik dan berani dalam melakukan operasi gerilya melawan pasukan Belanda.
Keberhasilannya membuat banyak prajurit Belanda jatuh menjadi korban sergapan gerilya, sehingga namanya menjadi buronan utama yang harus ditangkap oleh tentara Belanda.
Meskipun menjadi sasaran utama penyerbuan militer Belanda, Lukas berhasil lolos dari penangkapan pada saat pembantaian dan terus berjuang hingga kematiannya pada 8 Juni 1997. Perjuangannya tetap dikenang sebagai simbol keberanian dan keteguhan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kesimpulan
Untuk mengenang korban Tragedi pembantaian Rawagede dan menghargai perjuangan mereka, pemerintah Kabupaten Karawang. Mendirikan Taman Makam Pahlawan di desa tersebut sejak tahun 1951, akhirnya dikukuhkan sebagai Taman Makam Pahlawan Sampurna Raga Rawagede.
Makam korban ini diperlakukan sebagai cagar budaya dan menjadi tempat edukasi sejarah bagi generasi muda agar tidak melupakan sejarah kelam perjuangan bangsa. Simak dan ikuti terus informasi terlengkap tentang ALL ABOUT JAWA BARAT yang akan kami berikan setiap harinya.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari kompas.com
- Gambar Kedua dari voi.id