Sejarah Istana Bogor – Salah Satu Istana Presiden RI
Sejarah Istana Bogor adalah salah satu dari enam Istana Presiden Republik Indonesia yang memiliki keunikan tersendiri dikarenakan aspek historis dan kebudayaan.
Istana ini juga emmiliki keunikan fauna yakni rusa-rusa yang di ambil dari Nepal dan selalu terjaga dari dulu hingga sekarang. Sekarang ini sudah menjadi kebiasaan budaya warga Bogor dan sekitarnya setiap hari Sabtu, Minggu, ataupun hari libur lainnya berjalan-jalan di seputaran Istana Bogor. Mereka memberi makan rusa-rusa indah yang hidup di halaman Istana. Biasanya warga memberi makan dengan wortel yang diperoleh dari petani-petani tradisional warga Bogor. Sekarang Istana Bogor digunakan sebagai tempat kediaman Presiden dan juga digunakan untuk menyambut tamu dari negara lain. Tetapi khalayak umum diperbolehkan mengunjungi secara rombongan, dan sebelumnya wajib meminta izin ke Sekretaris Negara, c.q. Yang kemudian menjadi Kepala Rumah Tangga Kepresidenan.
Sejarah Istana Bogor
Istana ini berlokasi di kota Bogor yang pada masa kolonial bernama Buitenzorg atau Sans Souci artinya adalah “tanpa kekhawatiran”. Sejak tahun 1870 sampai 1942, Istana Bogor adalah tempat kediaman resmi dari 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris. Saat tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff terkagum dengan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor yakni Kampung Baru, sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran terletak di hulu Batavia. Van Imhoff memiliki rencana membangun wilayah tersebut dan menjadikannya daerah pertanian serta tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.
Istana Bogor dibangun bulan Agustus tahun 1744 dan berbentuk tingkat tiga, yang awalnya adalah sebuah rumah peristirahatan. Van sendiri yang membuat sketsa dan membangunnya dari tahun 1745 sampai 1750. Dirinya mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke Malborough, di Inggris. Dengan waktu yang cukup lama, sedikit demi sedikit perubahan kepada bangunan awal dilakukan oleh Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles. Pada masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Inggris. Bentuk bangunan istana ini mengalami banyak perubahan. Makanya yang tadinya rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana. Dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektare dan luas bangunan 14.892 m persegi. Tetapi, datanglah musibah di tanggal 10 Oktober tahun 1834 gempa bumi mengguncang karena meletusnya Gunung Salak sehingga istana tersebut rusak berat.
Baca Juga: Kota Bogor – Sejarah Panjang Asal-Usulnya
Pembangunan Ulang
Tahun 1850, dibangun kembalilah istana tersebut. Namun tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa pada saat itu. Pada masa Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist yakni Gubernur di tahun 1851-1856. Bangunan lama sisa gempa itupun dirobohkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa pada abad ke-19. Kemudian di tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan sebagai tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Buitenzorg di huni terakhir kali oleh seorang Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer. Kemudian yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah pendudukan Jepang. Saat tahun 1950, setelah kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor sudah dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia.